kata resensi berasal dari bahasa Belanda, yaitu recensie. dari bahasa
Inggris menyebutnya review, sedangkan dalam bahasa latin menyebutnya redevire.
dalam pemakaian bahasa Indonesia, resensi merupakan timbangan sebuah buku,
pembicaraan buku, atau sekarang ini sering dikenal dengan istilah bedah buku.
tindakan meresensi buku dapat berarti memeberikan penilaian, mengungkapkan
kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku.
Tujuan Resensi Adapun penulisan resensi ditujukan dengan maksud sebagai berikut.
1. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah buku atau hasil karya lainnya secara ringkas.
2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang diresensi.
3. Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan.
4. Menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang sama atau penulis lainnya.
5. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara penulisan, isi, dan substansi buku
Jenis-jenis Resensi
Secara garis besar resensi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Resensi Informatif, yaitu resensi yang hanya menyampaikan isi dari resensi secara singkat dan umum dari keseluruhan isi buku.
2. Resensi Deskriptif, yaitu resensi yang membahas secara detail pada tiap bagian atau babnya.
3. Resensi Kritis, yaitu resensi yang berbentuk ulasan detail dengan metodologi ilmu pengetahuan tertentu. Isi dari resensi biasanya kritis dan objektif dalam menilai isi buku.
Namun, ketiga jenis resensi di atas tidak baku karena bisa saja dalam sebuah resensi ketiganya diterapkan secara bersamaan.
Unsur-unsur Resensi
Dalam membuat resensi, terdapat unsure-unsur yang harus dipenuhi agar resensi yang dibuat menjadi jelas dan berkualitas. Berikut ini adalah beberapa unsur yang harus ada dalam pembuatan resensi.
1. Judul resensi
Judul resensi harus memiliki keselarasan dengan isi resensi yang dibuat. Judul yang menarik juga akan memberi nilai lebih pada sebuah resensi.
2. Menyusun data buku
Penyusunan data buku dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Judul buku;
b. Pengarang;
c. Penerbit;
d. Tahun terbit beserta cetakannya;
e. Dimensi buku;
f. Harga buku;
3. Isi resensi buku
Isi resensi buku memuat tentang sinopsis, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, keunggulan dan kelemahan buku, rumusan kerangka buku dan penggunan bahasa.
4. Penutup resensi buku
Pada bagian penutup biasanya berisi alasan kenapa buku tersebut ditulis dan kepada siapa buku tersebut ditujukan.
Tahap Penulisan Resensi
Berikut ini akan dijelaskan tahap-tahap dalam penulisan sebuah resensi buku.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, hal yang perlu dilakukan antara lain: memilih jenis buku yang akan diresensi, buku tersebut adalah buku-buku baru, dan membuat anatomi buku.
2. Tahap Pengerjaan
a. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Sebelum membuat resensi, bacalah terlebih dahulu buku yang akan diresensi hingga tuntas lalu mencatat kutipan dan kata-kata penting di dalamnya.
b. Membuat isi resensi, diantaranya:
• Membuat informasi umum tentang buku yang diresensi.
• Menentukan judul resensi.
• Membuat ringkasan secara garis besar.
• Memberikan penilaian buku.
• Menonjolkan sisi lain dari buku yang diresensi.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Penilaian dari segi kelengkapan karya, EYD dan sistematika resensi.
Contoh resensi
Judul buku
: Twilight
Nama pengarang : Stephennie Meyer
Nama penerbit : Little Brown, USA
Tempat terbit : New York, United States
Nama pengarang : Stephennie Meyer
Nama penerbit : Little Brown, USA
Tempat terbit : New York, United States
Cetakan
:5,
Oktober 2005
Tebal Buku
: 518 Halaman
Harga
: Rp 60.000
novel imajinasi, mungkin sebagian dari kita menganggap kalau novel imajinasi dalam pengkhayalannya begitu sulit saat kita hanya dapat membayangkannya dari suatu tulisan novel, namun semua ini tidak berlaku untuk novel yang berjudul Twilight karangan Stephennie Meyer. Mayer mampu menulisakan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti sehingga menjadikan novel fiksi ini dalam penyampaiannya begitu menarik bagi pembaca dan apa yang ingin di sampaikan sang penulis pun dimengerti.
***
Novel ini ditulis dalam
sudut pandang sang tokoh utama, Isabella Swan (Bella), yang harus pindah dari
Phoenix ke kota kecil bernama Forks yang terletak di barat laut Washington
untuk tinggal bersama ayahnya, Charlie. Bella yang selama ini tinggal bersama
ibunya, Renee, memutuskan hal tersebut untuk memberi kesempatan pada ibunya
yang baru menikah dengan suami barunya, Phil, agar dapat menikmati kehidupan
pernikahannya yang baru tanpa beban. Bukan berarti Bella tidak menyukai Phil,
hanya saja Phil selalu hidup berpindah-pindah, dan Bella berpendapat itu tidak
akan baik untuk hidupnya dan mungkin ini adalah kesempatan untuk lebih mengenal
ayah kandungnya.
Kota Forks dan Phoenix
berbeda dalam banyak hal. Dari mulai cuaca hingga jumlah penduduknya. Bella
selalu membenci Forks, dan sangat mencintai Phoenix. Tapi ternyata di Forks-lah
ia bertemu dengan Edward Cullen. Edward adalah pemuda bertubuh kurus dengan
rambut berwarna perunggu, Dan sangat tampan. Pengarang menyebut ketampanan
Edward sebagai “keindahan luar biasa yang memancarkan kekejaman”. Dan dia
adalah VAMPIR.
Namun tidak seperti vampir
kebanyakan, Edward dan keluarganya (yang semuanya vampir) tidak memburu
manusia, melainkan memburu hewan sebagai gantinya. Hanya saja, Edward mengakui
bahwa ‘aroma’ Bella merupakan godaan yang amat sangat berat baginya, sehingga
karena alasan itulah Edward bersikap sangat kasar saat pertama kali bertemu
Bella. Belakangan ia mengakui karena saat itu ia begitu terobsesi dengan aroma
tubuh Bella yang membuatnya sangat haus akan darahnya. Perasaan itu diungkapkan
sebagai berikut,
“Bagiku kau rasanya seperti
semacam roh jahat yang dikirim langsung dari nerakaku sendiri untuk
menghancurkanku. Aroma yang menguar dari kulitmu...Kupikir akan membuatku gila
pada hari pertama itu. Dalam satu jam itu aku memikirkan seratus cara berbeda
untuk memancingmu keluar dari ruangan itu bersamaku, agar aku bisa berdua saja
denganmu...”
“Tentu saja, kemudian kau
nyaris mati tepat dihadapanku. Baru setelahnya aku menemukan alasan yang sangat
tepat mengapa aku beraksi saat itu—karena jika aku tidak menyelamatkanmu, jika darahmu
tercecer disana didepanku, kurasa aku takkan bisa menghentikan diriku
mengungkapkan diri kami sebenarnya. Tapi aku baru memikirkan alasan itu
setelahnya. Saat itu, bisa kupikirkan hanyalah,”Jangan dia.””
Tapi lebih dari semua itu,
Edward sangat mencintai Bella. Sangat melindungi Bella. Dan Bella begitu
irrasional dapat menerima kenyataan siapa sebenarnya Edward dengan begitu
tenang. Tapi saya rasa, saya pun akan bersikap seperti Bella dicintai dengan
amat sangat oleh Edward. Siapa yang bisa bilang ‘tidak’ dengan
laki-laki tampan, pintar, dan vampir BAIK.
Masalah timbul ketika
vampir dari koloni yang berbeda datang berkunjung ke Forks. Koloni ini adalah
kategori pemburu. Yup, pemburu manusia. Dan salah satu dari
mereka tiba-tiba saja terobsesi dengan Bella. Selain karena ‘aroma’nya yang
enak juga karena kenyataan bahwa Edward melindungi Bella. Pemburu itu, bernama
James, merasa tertantang. Dan kejar-kejaran pun dimulai dengan melibatkan
seluruh keluarga Edward yang berusaha menyelamatkan Bella. Ada satu momen yang
saya sukai saat ini, yaitu saat Bella mengkhawatirkan keluarga Edward karena
berusaha menyelamatkan dengan segala upaya dan mengungkapkannya pada Alice,
adik Edward.
Alice menjawab,”Hampir satu
abad lamanya Edward seorang diri. Sekarang dia telah menemukanmu. Kau tak bisa
melihat perubahan yang kami lihat, kami telah bersama dengannya untuk waktu
yang lama. Kau pikir kami tega menatap dalam matanya selama ratusan tahun yang
akan datang bila dia kehilangan dirimu?”
Ini adalah kisah cinta
terlarang. Dan seperti cinta terlarang lainnya, cinta ini tak mengenal jalan
kembali, selain menjadi hidup dan sekaligus mati pada saat yang sama.
***
Stephenie Meyer berhasil
membuat para pembaca terpikat oleh sosok sempurna Edward.Bahkan ketika Bella
dihadapi oleh dilema besar, penulis mampu membuat pembaca ikut merasakan
konflik batin yang dirasakan Bella.
Yang menjadi kelebihan dan membuat novel ini
digandrungi oleh para penggemarnya mungkin gaya bahasa yang halus dan gampang
diikuti, tema lapuk tentang cinta dibuat lebih segar dengan memasukkan tokoh
vampire dengan sosok baru (penggambaran vampire oleh Meyer dalam novel ini agak
berbeda dengan gambaran kebanyakan dan sangat menarik), juga tentu saja hal
yang membuat saya menyukai novel ini yaitu ketegangan yang dibangun secara
bertahap, dari suasana asing disekeliling Bella, keanehan bertemu keluarga
Cullen yang misterius, hingga bentrok dengan vampire nomad.
Jalan cerita yang penuh intrik dan tidak
membosankan, dengan tampilan cover novel yang baik dan membuat ingin tahu.
Kisah yang dirangkai dengan unik dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami,
alur cerita yang jelas dan mudah diikuti. Ditail-dital serta sejarah dari
setiap tokoh dipaparkan dengan baik, sehingga dalam mendeskripsian, novel ini mudah
dipahami.
Belum lagi dalam penggambaran kisahnya, Mayer
menjadikan tiga perempat buku ini berisi cerita cinta dan cerita tentang
bagaimana perasaan sang pemeran utama terhadap vampire yang disukain yaitu
Kira-kira menjelang akhir buku, barulah muncul konflik yang cukup menaikkan
ketegangan, sehingga saat ketegangan muncul membuat pembaca seolah mendapatkan
kejutan paling menarik dari novel tersebut sehingga menjadikan ending dari
novel ini begitu membekas dihati pembacanya.
***
Dalam penulisannnya Mayer hanya terpaku pada
tokoh yang sama dan kurangnya interaksi sang tokoh utama dengan tokoh-tokoh
lainnya itulah yang membuat konflik yang harusnya dapat dikembangkan justru
hanya terpaku pada satu orang.
Penggambaran perjuangan Bella dalam menghadapi
suasana kota Fork yang dibencinya justru berjalan datar seperti juga dengan
interaksi Bella dengan The Cullens. Sayang, ilustrasi cover buku ini kurang
mencerminkan bukunya. Selain itu, kekurangan buku ini adalah buku ini terlalu
mengedepankan perasaan Bella, sehingga kisah ini agak terlalu melankolis dan
mendayu-dayu.
Dilihat dari penokohan Edward Cullen yang
terlihat mirip Romeo, Hamlet dan tokoh tragic hero yang lain
dengan karakterisasi kurang kuat, lalu tokoh Bella yang menjadi narrator cerita
terlalu tidak membumi (Karakter Bella terasa lebih mirip vampire daripada
manusia), belum lagi plot cerita sederhana yang malah dibikin melebar (kesannya
bertele-tele), hingga tema lama yang juga boleh dibilang sudah lapuk (kisah
cinta dua dunia berbeda).
***
Intinya, novel ini sangat layak dibaca untuk
kalian yang suka akan kisah cinta yang tidak biasa. Memang, novel ini tidak
‘sedalam’ novel The Time Traveller’s Wife karangan Audrey
Niffenegger, tapi novel ini sangat indah dengan caranya sendiri. Dan novel ini
sendiri cocok untuk para remaja yang menggemari novel imajinasi. Bahkan begitu
terkenalnya novel Twilight ini, sampai dirilis film dengan judul yang sama
dengan novelnya yaitu Twilight yang saat ini diputar di bioskop –
bioskop di seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar